Kamis, 20 Agustus 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Pemerintah sebagai penyelenggara negara pasti mengharapkan masyarakat yang makmur, sejahtera, serta dapat memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi masih ada beberapa kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri sehingga membutuhkan kerja sama dengan negara lain. Faktor itu sendiri disebabkan oleh perbedaan kondisi ekonomi, perbedaan biaya produksi, perbedaan SDA, perbedaan SDM, perbedaan IPTEK, perbedaan selera masyarakat dan tidak semua negara dapat memproduksi sendiri barang yang dibutuhkan.
            Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan adalah perdagangan. Perdagangan yang dilakukan antar negara disebut dengan perdagangan Internasional yang merupakan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan Internasional dalam pelaksanaan berdagangnya memberlakukan batasan-batasan seperti kebijakan-kebijakan perdagangan Internasional seperti kebijakan tentang pakak/tarif, dumping, larangan impor dan kebijakan lainnya. Batasan-batasan inilah yang di tentang oleh perdagangan bebas yang cenderung membebaskan hambatan-hambatan berdagang seperti memberlakukannya non-tarif terhadap barang yang melewati batas teritorial negara.            
            Perdagangan Bebas adalah proses kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Dengan tidak adanya hambatan yang diterapkan pemerintah dalam melaksanakan perdagangan, tentunya ada kebebasan aturan, cara, dan jenis barang yang dijual. Maka, munculah persaingan dagang yang ketat baik antar individu ataupun perusahaan yang berada di Negara yang berbeda yaitu yang kita kenal dengan istilah ekspor dan impor atau proses penjualan dan pembelian yang dilakukan antar Negara. Kebebasan inilah yang dianggap lebih baik dalam melakukan perdagangan dan persaingan karna perdagangan ini dapat dilakukan oleh lebih darti dua negara di seluruh dunia dan negara tersebut secara bebas masuk atau keluar ke negara lain untuk mempromosikan barang atau jasanya.
BAB II
PERMASALAHAN DAN TUJUAN
v  Ada pun permasalahan yang kami bahas dalam materi makalah ini adalah sebagai berikut:
A.    Pengertian daya saing
1)      Daya saing perusahaan
2)      Daya saing produk
3)      Daya saing nasional/bangsa
B.     Liberalisasi perdagangan internasional
C.     Liberalisasi perdagangan

v  Adapun tujuan penyusunan makalah ini meliputi :
1.    Mengetahui definisi singkat tentang daya saing dan liberalisasi perdagangan.
2.    Mengetahui apa yang terjadi dengan liberalisasi perdagangan internasional.
3.    Mengetahui manfaat liberalisasi perdagangan.
4.    Mengetahui kelemahan dan kelebihan liberalisasi perdagangan








BAB III
DAYA SAING DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN
A.             DAYA SAING
Dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa: ”daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna” . Kemampuan yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tersebut meliputi:
(1) kemampuan memperkokoh posisi pasarnya,
(2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya,
(3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan
(4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Daya saing mencakup daya saing negara, daya saing perusahaan/industri, dan daya saing produk/komoditas.
1.      Daya Saing Perusahaan
            Sementara itu, daya saing perusahaan berbeda dengan daya saing bangsa. Suatu perusahaan memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif (competitive advantage) ketika perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain.
            Menurut Michael Porter terdapat dua tipe dasar dari keunggulan kompetitif, yaitu: cost advantage dan differentiation advantage. Suatu keunggulan kompetitif muncul ketika sebuah perusahaan dapat menghasilkan produk yang sama dengan yang dihasilkan pesaingnya dengan biaya yang lebih rendah (cost advantage), atau menghasilkan produk/jasa yang berbeda dan lebih baik dari yang dihasilkan pesaingnya (differentiation advantage). Keunggulan kompetitif akan memungkinkan perusahaan untuk menciptakan nilai lebih untuk pelanggannya dan perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.
            Cost advantage dan Differentiation advantage dikenal sebagai positional advantage karena dapat menjelaskan posisi perusahaan dalam industri sebagai pemimpin dalam hal biaya (cost) ataupun dalam keunikannya (differentiation). Selain itu, ada pandangan yang melihat keunggulan kompetitif dari sudut pandang Kapabilitas (Capabilities) dan Sumberdaya (Resources) yang dimilikinya. Pandangan ini dikenal sebagai Resource-based View.
            Gabungan dari pengelolaan yang baik atas Resources dan Capabilities, serta pemilihan untuk menjalankan Cost atau Differentiation advantage akan menghasilkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam menghadapi para pesaingnya.
2.      Daya saing produk
            Daya saing produk merupakan kemampuan suatu komoditas untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak diminati konsumen. Dilihat dari keberadaannya mengenai keunggulan dalam daya saing, maka keunggulan daya saing dari suatu komoditas dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan alamiah atau keunggulan absolut (natural advantage) dan keunggulan yang dikembangkan (acquired advantage).
Daya saing produk dipengaruhi oleh daya saing perusahaan . Daya saing perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu, antara lain: keahlian pekerja, keahlian pengusaha, organisasi dan manajemen yang baik, ketersediaan modal, ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input lainnya.
Selanjutnya apakah pengertian daya saing pada level bangsa atau negara?World Economic Forum (2013) menyatakan bahwa daya saing nasional adalah kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Selanjutnya menurut Council of Competitiveness (2006), daya saing adalah kapasitas bangsa untuk menghadapi tantangan persaingan pasar internasional dan dapat meningkatkan pendapatan riil-nya.
Bagaimanakah keterkaitan modal sosial dengan daya saing Indonesia? Dari berbagai referensi unsur dari modal sosial adalah jaringan (networks), kepercayaan (trust), dan norma (norms). Dengan demikian modal sosial seharusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing Indonesia.
Seperti diketahui pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ekspor dan utang luar negeri. Dalam hal ini, ekspor dan utang pemerintah dapat dianggap modal sosial (Perez et al., 2005). Mengapa? Kegiatan ekspor dapat terlaksana jika ada jaringan, kepercayaan, dan norma atau regulasi yang mendasarinya. Demikian pula, suatu negara menerima utang dari negara lain karena ada kepercayaan, jaringan, dan norma atau regsulasi yang berlaku.
3.      Daya Saing Nasional/Bangsa
            Porter dan Ketels menekankan bahwa untuk memahami daya saing, titik awalnya adalah sumber dari kesejahteraan/kemakmuran bangsa. Standar hidup suatu bangsa ditentukan oleh produktivitas ekonominya, yang diukur dengan nilai(value) barang dan jasa yang dihasilkan per satuan manusia, modal(capital) dan sumber daya alamnya. Produktivitas bergantung baik pada nilai barang dan jasa suatu bangsa, yang diukur dengan harga yang dapat dikendalikan dalam suatu pasar yang terbuka (open market), maupun pada efisiensi di mana barang dan jasa tersebut diproduksi. Oleh karena itu dalam kaitan ini, pengertian (dan sekaligus juga ukuran) yang sebenarnya tentang daya saing adalah produktivitas.  produktivitas memungkinkan suatu negara menopang tingkat upah yang tinggi, nilai tukar yang kuat dan returns to capital yang menarik, dan bersama ini semua juga standar hidup yang tinggi.
Sementara itu, Institute for Management Development (IMD) (Garelli, 2003) menggunakan “definisi bisnis” sebagai “definisi “praktis” tentang daya saing sebagai “bagaimana suatu bangsa/negara menciptakan dan memelihara suatu lingkungan yang dapat mempertahankan daya saing perusahaan-perusahaannya.”
Berikut adalah beberapa definisi daya saing yang dikutip dari IMD (diambil dari The US National Competitiveness Council) dan beberapa sumber internet:
·         Daya saing nasional merupakan kemampuan suatu negara menciptakan, memproduksi dan/atau melayanai produk dalam perdagangan internasional, sementara dalam saat yang sama tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat pada sumber dayanya.
·         Daya saing berkaitan dengan peningkatan produktivitas yang berkelanjutan 
            Terdapat perbedaan antara IMD dengan Porter (WEF) dalam mengelaborasi pengertian daya saing. Dalam kerangka IMD misalnya, daya saing tidaklah sekedar kinerja ekonomi dan tidak dapat direduksi semata kepada produktivitas atau keuntungan (Garelli, 2003). Bagi Garelli, daya saing mencakup konsekuensi ekonomi dari isu-isu non-ekonomi seperti pendidikan sains, stabilitas politik atau sistem nilai.

            Apakah negara bersaing satu dengan lainnya? Garelli termasuk yang berpendapat bahwa negara memang bersaing. Ini karena pasar dunia yang terbuka (dan semakin terbuka). Tidak demikian halnya dengan Krugman. Menurutnya, pandangan “persaingan antar negara” akan menghambat hubungan salking menguntungkan seperti misalnya melalui perdagangan.
Bagi sebagian, konteks pengertian daya saing pada level ini berkaitan dengan daya tarik bagi investasi (seperti misalnya stabilitas, pemerintahan yang baik dan peluang bagi investasi yang menguntungkan). Porter (2001) misalnya menyatakan bahwa negara ataupun daerah pada dasarnya bersaing dalam menawarkan lingkungan yang paling produktif bagi bisnis. Untuk sebagian lagi, “keberatan” yang diajukan terkait dengan negara tidak bersaing dalam konteks perdagangan (jika ya, tentu tidak akan terjadi perdagangan antar negara, bilateral maupun multilateral) dan kelemahan dasar teori yang melandasinya, termasuk misalnya bagaimana metode yang digunakan oleh WEF atau IMD dalam menyusun indeks daya saing negara. Terlepas dari itu, banyak pihak setuju bahwa kerangka daya saing dan pengukurannya merupakan tool yang berguna dalam konteks pengembangan sektor swasta.
Pada tingkat makro, beberapa indikator biasanya digunakan untuk menelaah daya saing negara. Bank Dunia (World Bank, 2001) misalnya menyampaikan beberapa pengukuran daya saing, seperti:
·         Neraca perdagangan (trade balance)
·         Nilai tukar (exchange rate)
·         Upah (wages)
·         Ekspor (exports)
·         Aliran FDI (FDI flows)
·         Biaya tenaga kerja (unit labor costs).
IMD yang menganggap “definisi “praktis” daya saing sebagai “bagaimana suatu bangsa/negara menciptakan dan memelihara suatu lingkungan yang yang dapat mempertahankan daya saing perusahaan-perusahaannya,” menilai empat faktor utama penentu daya saing, yaitu:
·         Kinerja Ekonomi (Economic Performance).
·         Efisiensi Pemerintah (Government Efficiency).
·         Efisiensi Bisnis (Business Efficiency).
·         Infrastruktur (Infrastructure).


Menurut David Ricardo, pada dasarnya perdagangan internasional didorong oleh adanya comparative advantange dimana produk di suatu negara tidak dapat diproduksi negara lain dan competitive advantange dimana negara dapat mengambil keuntungan dari spesialisasi produk yang memiliki opportunity cost lebih kecil dari negara mitra dagangnya. Perdagangan internasional juga menguntungkan baik bagi produsen maupun konsumen, dimana adanya keuntungan dari economic of scale yaitu penurunan average fixed cost dari produksi dalam jumlah yang besar serta spesialisasi produk yang membuat pilihan produk menjadi beragam.
            Adanya hambatan atas impor untuk memproteksi industri dalam negeri baik tarif ataupun kuota, telah membuat distorsi terhadap harga pasar internasional baik produk lokal maupun impor. Terdapat penurunan consumer surplus dimana untuk kuantitas yang sama, konsumen harus membayar lebih mahal. Berdasarkan analisa makroekonomi, walaupun terdapat producer surplus dari kenaikan harga pasar global dan tax revenue buat pemerintah, namun jumlahnya lebih kecil daripada penurunan consumer surplus. Hal inilah yang menjadi net loss bagi seluruh masyarakat. Atas dasar itulah, terdapat gagasan untuk melakukan liberalisasi perdagangan (free trade) dimana tarif diminimalkan bahkan dihapuskan untuk meningkatkan consumer surplus. Peningkatan consumer surplus ini dapat meningkatkan investasi maupun pajak penghasilan serta memperbesar volume perdagangan.
            Penghapusan tarif yang berlaku selama ini didasari atas free trade agreementantar negara maupun antar beberapa negara. Namun karena hanya beberapa negara saja yang menyepakati penghapusan tarif maka pasar masih belum seefisien dan senetral mungkin membentuk harga. Kemungkinan negara dengan biaya produksi tinggi bebas tarif namun adanya negara dengan biaya produksi rendah namun terkena tarif karena tidak terlibat dalam free trade agreement dapat menyebabkan trade diversion (pengalihan perhatian konsumen). Hal ini dapat menyebabkan potential loss bagi consumer surplus karena seharusnya konsumen dapat membayar dengan harga yang lebih murah. Karena itu perlu adanya penetapan tarif bersama yang lebih global agar tercipta pasar yang lebih efisien.
Atas dasar itulah dibentuk organisasi internasional yang bertujuan mensupervisi dan meliberalisasi perdagangan internasional secara global yaitu General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang dibentuk 1947 yang dilanjutkan oleh World Trade Organization (WTO) yang dibentuk tahun 1994. WTO mempunyai 153 anggota dan merepresentasikan 93% dari perdagangan internasional sehinnga kebijakannya memungkinkan terciptanya pasar dunia yang efisien.
            Setelah berjalan, WTO mendapat banyak kritik dari para ekonom terutama adanya indikasi keberpihakannya terhadap negara-negara maju yang menekan negara-negara berkembang dengan negotiation power yang kurang. Martin Khor dari The Third World Network (2007) menyatakan indikasi tersebut sebagai berikut:
* Beberapa negara maju masih dapat mengenakan bea masuk yang tinggi pada produk tertentu, contoh: bea masuk pada tekstil di AS.
* Banyaknya hambatan non tarif baru seperti Anti-Dumping (bila harga produk yang diekspor dan dijual di pasar domestik berbeda), Safeguard (lonjakan barang kompetitor impor yang mengancam industri dalam negeri), dan Counterveilling (adanya subsidi yang dasarnya tidak jelas terhadap barang ekspor) dimana negara berkembang banyak dituntut oleh negara maju.
* Proteksi terhadap produk agrikultur dari negara berkembang di negara maju dengan persyaratan kualitas barang.
* Banyaknya negara berkembang yang kurang mempunyai kapasitas bernegosiasi dan berpartisipasi aktif di Uruguay Round.
* TRIP Agreement (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang membatasi negara berkembang untuk mengembangkan teknologi yang berasal dari luar negeri pada sistem lokal.
Hal inilah yang membuat banyak negara mempertanyakan transparasi dari WTO dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan WTO terhadap negara maju memungkinkan adanya trade diversion baru yang membuat inefisiensi pasar.
Berdasarkan fakta tersebut, sebaiknya dilakukan hal sebagai berikut:
1. Pemerintah negara berkembang harus lebih aktif dalam melakukan negoisasi dalam WTO terutama masalah proteksi negara maju terhadap impor agrikultur dan bea masuk yang masih tinggi.
2. Kebijakan WTO atas anti-dumping, counterveiling, safeguard, dsb harus direvisi kembali terutama bila pembuktiannya sulit dilakukan terutama untuk counterveilling karena industri negara berkembang masih sangat memerlukan subsidi pemerintah untuk berkembang.
3. Kebijakan WTO mengenai TRIP Agreement sebaiknya dihapuskan saja karena bukan merupakan kewenangan WTO dalam mengurusi Intellectual Property Rights

C.    LIBERALISASI PERDAGANGAN

            Pengertian perdagangan, atau pertukaran memunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar- menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Adapun arti liberalisasi perdagangan adalah kebijakan mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan perdagangan (tarif maupun non tarif) dalam rangka meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa.  
            Perdagangan bebas (free trade) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu kepada berlangsungnya penjualan produk antar negara dengan  tanpa dikenai pajak ekspor – impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang diterapkan salam satu negara) dalam perdagangan antar indvidual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
            Para pakar ekonomi politik dari negara berkembang kurang sepakat terhadap pemberlakukan perdagangan bebas ini, yang diharapkan oleh mereka adalah free and fair trade (perdagangan bebas dan adil). Dengan begitu perdagangan yang berlangsung jangan hanya sebatas bebas semata, tetapi juga harus memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.
            Perdagangan internasional seringkali terhambat dengan adanya hal – hal seperti berbagai pajak yang ditetapkan oleh negara pengimpor, biaya tambahan yang diterapkan terhadap barang ekspor dan impor, serta regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori perdagangan tersebut ditolak oleh perdagangan bebas namun dalam prakteknya sangat berbeda.Perjanjian dan kesepaktan perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru menimbulkan hambatan baru (terutama dalam bentuk hambatan non tarif) bagi terciptanya dan terlaksananya pasar bebas. Perjanjian – perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan industri maju dan perusahaan besar.
            Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan taraf hidup melalui Teori Komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal serta membatasi standar kerja dan standar sosial. Singkatnya perdagangan bebas tidak akan bermanfaat bagi penduduk di negara berkembang dan negara miskin
            Menurut Amir M.S.,bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangat rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas – batas kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan bea, tarif atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbil karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, dan hukum dalam perdagangan.
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi disetiap negara. Faktor – faktor tersebut diantaranya :
1)      Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain – lain. Denga adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuuhan yang tidak dapat diproduksi sendiri.
2)      Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi barang kebutuhan oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3)      Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan masing – masing (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka kawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Demngan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin – mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut ke luar negeri.
4)      Tranfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara – cara manajemen yang lebih modern.
 Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional diantaranya sebagai berikut :
a.       Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
b.      Keinginan memperoleh keuntungan dan pendapatan negara.
c.       Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pegetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
d.      Adanya kelebihan produksi dari negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
e.       Adanya perbedaan keadaan sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatsan produksi.
f.       Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
g.      Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
h.      Terjadinya eraglobalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

Kekurangan Dan Kelebihan Liberalisasi Perdagangan

            Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Bagi semua negara yang menganut perdagangan bebas, perdagangan bebas memiliki beberapa keuntungan dan kerugian bagi perekonomian nasional.
a.       Perdagangan bebas mengakibatkan kerugian pada perekonomian nasional karena beberapa hal berikut:
1)    Perdagangan bebas dikatakan merugikan perekonomian adalah karena suatu negara bisa kehilangan pasar dunianya yang selanjutnya berdampak negatif terhadap volume produksi dalamnegeri dan pertumbuhan PDB serta meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan.
2)   Pada bidang impor, kerugiannya adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri. Dalam beberapa tahun belakangan ini, ekspansi dari produk-produk Cina ke pasar domestik Indonesia semakin besar. Ekspansi dari barang-barang Cina tersebut tidak hanya ke pertokoan-pertokoan modern tetapi juga sudah masuk ke pasar-pasar rakyat di pinggir jalan. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada perekonomian nasional.
3)   Selanjutnya pada bidang investasi, bebasnya arus modal antar negara sangat berpengaruh terhadap arus investasi suatu negara. Jika daya saing investasi rendah, dengan keadaan yang tidak kondusif dibandingkan di negara-negara lain, maka bukan saja arus modal ke dalam negeri akan berkurang tetapi juga modal investasi domestik akan lari dari dalam negeri yang akhirnya membuat saldo neraca modal di dalam neraca pembayaran negara bersangkutan negatif. Pada gilirannya, kurangnya investasi juga berpengaruh negatif terhadap pertubuhan produksi dalam negeri dan juga ekspor.
4)   Selain itu, kerugian adanya perdagangan ekspor terhadap perekonomian disebabkan karena membanjirnya tenaga ahli dari luar negeri. Dan jika kualitas SDM domestik tidak segera ditingkatkan untuk dapat menyaingi kualitas SDM dari negara-negara lain, tidak mustahil pada suatu ketika pasar tenaga kerja di dalam negeri sepenuhnya akan dikuasai oleh orang asing. Hal inimenjadi tantangan negara untuk meningkatkan kualitas SDM dalam negeri agar mampu bersaing dalam dunia global.

b.      Selain kerugian, perdagangan bebas juga dapat memberikan keuntungan pada perekonomian nasional.
1)    Menambah peluang kesempatan kerja. Alasannya karena dengan adanya perdagangan bebas, pasar barang dan jasa dari suatu negara menjadi lebih luas. Pemasaran atas hasil produksi tidak lagi hanya mengandalkan pasar dalam negeri semata yang daya serapnya terbatas, tetapi juga bisa mengandalkan pasar internasional yang pasarnya sangat luas. Dengan demikian jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan bisa dilipatgandakan yang akibatnya permintaan terhadap tenaga kerja pun jumlahnya meningkat.
2)   Terciptanya efisiensi alokasi sumber daya dan spesialisasi. Pada akhirnya nanti dengan adanya perdagangan bebas, suatu negara hanya akan memproduksi barang dan jasa tertentu yang dianggap paling efisien jika barang dan jasa tersebut dihasilkan di negaranya dibandingkan jika dihasilkan di negara lain. Dengan demikian nantinya semua negara akan melakukan spesialisasi pada produk tertentu saja, akibatnya akan terjadi efisiensi dalam penggunaan sumber daya.
3)   Mendorong percepatan kemajuan di bidang IPTEK. Perdagangan pada dasarnya adalah persaingan harga dan kualitas, sehingga agar suatu negara eksis dalam perdagangan bebasnya maka barang dan jasa yang ditawarkan harus unggul dalam kualitas dan murah dalam harga, hal ini hanya bisa diraih dengan terus mengembangkan IPTEK.
4)   Perdagangan bebas dapat meningkatkan pendapatan suatu negara, karena jika dalam pasar domestik terjadi kelebihan barang, maka dapat dijual pada negara yang membutuhkannya. Semakin tinggi daya jual, maka semakin besar pula pendapatan yang diterima suatu negara, sehingga dapat memakmurkan rakyatnya.













BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Suatu perusahaan memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif (competitive advantage) ketika perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain.
            Memahami daya saing, titik awalnya adalah sumber dari kesejahteraan/kemakmuran bangsa. Standar hidup suatu bangsa ditentukan oleh produktivitas ekonominya, yang diukur dengan nilai(value) barang dan jasa yang dihasilkan per satuan manusia, modal(capital) dan sumber daya alamnya.
            Perdagangan bebas (free trade) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu kepada berlangsungnya penjualan produk antar negara dengan  tanpa dikenai pajak ekspor – impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang diterapkan salam satu negara) dalam perdagangan antar indvidual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
B.   SARAN
            Peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri. Maka dari itu perlu ada kebijakan pemerintah yang membatasi hal tersebut guna meningkatkan produk local (dalam negri).