BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemerintah
sebagai penyelenggara negara pasti mengharapkan masyarakat yang
makmur, sejahtera, serta dapat memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi masih ada
beberapa kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri sehingga
membutuhkan kerja sama dengan negara lain. Faktor itu sendiri disebabkan oleh
perbedaan kondisi ekonomi, perbedaan biaya produksi, perbedaan SDA, perbedaan
SDM, perbedaan IPTEK, perbedaan selera masyarakat dan tidak semua negara dapat
memproduksi sendiri barang yang dibutuhkan.
Salah
satu bentuk kerja sama yang dilakukan adalah perdagangan. Perdagangan yang
dilakukan antar negara disebut dengan perdagangan Internasional yang merupakan
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara
lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan Internasional dalam
pelaksanaan berdagangnya memberlakukan batasan-batasan seperti
kebijakan-kebijakan perdagangan Internasional seperti kebijakan tentang
pakak/tarif, dumping, larangan impor dan kebijakan lainnya. Batasan-batasan
inilah yang di tentang oleh perdagangan bebas yang cenderung membebaskan
hambatan-hambatan berdagang seperti memberlakukannya non-tarif terhadap barang
yang melewati batas teritorial negara.
Perdagangan
Bebas adalah proses kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tidak adanya
hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar
individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang
berbeda. Dengan tidak adanya hambatan yang diterapkan pemerintah dalam
melaksanakan perdagangan, tentunya ada kebebasan aturan, cara, dan jenis barang
yang dijual. Maka, munculah persaingan dagang yang ketat baik antar individu
ataupun perusahaan yang berada di Negara yang berbeda yaitu yang kita kenal
dengan istilah ekspor dan impor atau proses penjualan dan pembelian yang
dilakukan antar Negara. Kebebasan inilah yang dianggap lebih baik dalam
melakukan perdagangan dan persaingan karna perdagangan ini dapat dilakukan oleh
lebih darti dua negara di seluruh dunia dan negara tersebut secara bebas masuk
atau keluar ke negara lain untuk mempromosikan barang atau jasanya.
BAB II
PERMASALAHAN DAN TUJUAN
v Ada
pun permasalahan yang kami bahas dalam materi makalah ini adalah sebagai berikut:
A.
Pengertian daya saing
1) Daya
saing perusahaan
2) Daya
saing produk
3) Daya
saing nasional/bangsa
B.
Liberalisasi perdagangan internasional
C.
Liberalisasi perdagangan
v Adapun
tujuan penyusunan makalah ini meliputi :
1. Mengetahui
definisi singkat tentang daya saing dan liberalisasi perdagangan.
2. Mengetahui
apa yang terjadi dengan liberalisasi perdagangan internasional.
3. Mengetahui
manfaat liberalisasi perdagangan.
4. Mengetahui
kelemahan dan kelebihan liberalisasi perdagangan
BAB III
DAYA SAING DAN LIBERALISASI
PERDAGANGAN
A.
DAYA
SAING
Dalam
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa: ”daya
saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau
lebih bermakna” . Kemampuan yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 41 tahun
2007 tersebut meliputi:
(1)
kemampuan memperkokoh posisi pasarnya,
(2)
kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya,
(3)
kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan
(4)
kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Daya
saing mencakup daya saing negara, daya saing perusahaan/industri, dan daya
saing produk/komoditas.
1.
Daya
Saing Perusahaan
Sementara
itu, daya saing perusahaan berbeda dengan daya saing bangsa. Suatu perusahaan
memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif (competitive advantage) ketika
perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan
sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang
tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain.
Menurut
Michael Porter terdapat dua tipe dasar dari keunggulan kompetitif, yaitu: cost
advantage
dan differentiation
advantage. Suatu keunggulan kompetitif muncul ketika sebuah perusahaan
dapat menghasilkan produk yang sama dengan yang dihasilkan pesaingnya dengan
biaya yang lebih rendah (cost advantage), atau menghasilkan produk/jasa yang
berbeda dan lebih baik dari yang dihasilkan pesaingnya (differentiation
advantage). Keunggulan kompetitif akan memungkinkan perusahaan untuk
menciptakan nilai lebih untuk pelanggannya dan perusahaan dapat memperoleh
keuntungan yang lebih tinggi.
Cost
advantage dan Differentiation advantage dikenal sebagai positional advantage
karena dapat menjelaskan posisi perusahaan dalam industri sebagai pemimpin
dalam hal biaya (cost) ataupun dalam keunikannya (differentiation). Selain itu,
ada pandangan yang melihat keunggulan kompetitif dari sudut pandang Kapabilitas
(Capabilities) dan Sumberdaya (Resources) yang dimilikinya. Pandangan ini
dikenal sebagai Resource-based View.
Gabungan
dari pengelolaan yang baik atas Resources dan Capabilities, serta pemilihan
untuk menjalankan Cost atau Differentiation advantage akan menghasilkan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam menghadapi para pesaingnya.
2.
Daya
saing produk
Daya
saing produk merupakan kemampuan suatu komoditas untuk memasuki pasar luar
negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam artian
jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang banyak
diminati konsumen. Dilihat dari keberadaannya mengenai keunggulan dalam daya
saing, maka keunggulan daya saing dari suatu komoditas dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu keunggulan alamiah atau keunggulan absolut (natural advantage)
dan keunggulan yang dikembangkan (acquired advantage).
Daya
saing produk dipengaruhi oleh daya saing perusahaan . Daya saing perusahaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu, antara lain: keahlian pekerja, keahlian pengusaha, organisasi dan manajemen yang
baik, ketersediaan modal, ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan
ketersediaan input lainnya.
Selanjutnya
apakah pengertian daya saing pada level bangsa atau negara?World Economic
Forum (2013) menyatakan bahwa daya saing nasional adalah kemampuan
perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan. Selanjutnya menurut Council of Competitiveness (2006),
daya saing adalah kapasitas bangsa untuk menghadapi tantangan persaingan pasar
internasional dan dapat meningkatkan pendapatan riil-nya.
Bagaimanakah
keterkaitan modal sosial dengan daya saing Indonesia? Dari berbagai referensi
unsur dari modal sosial adalah jaringan (networks), kepercayaan (trust), dan
norma (norms). Dengan demikian modal sosial seharusnya dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pada akhirnya dapat meningkatkan
daya saing Indonesia.
Seperti
diketahui pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
ekspor dan utang luar negeri. Dalam hal ini, ekspor dan utang pemerintah dapat
dianggap modal sosial (Perez et al., 2005). Mengapa? Kegiatan ekspor dapat
terlaksana jika ada jaringan, kepercayaan, dan norma atau regulasi yang
mendasarinya. Demikian pula, suatu negara menerima utang dari negara lain
karena ada kepercayaan, jaringan, dan norma atau regsulasi yang berlaku.
3.
Daya Saing Nasional/Bangsa
Porter dan Ketels menekankan bahwa untuk memahami daya
saing, titik awalnya adalah sumber dari kesejahteraan/kemakmuran bangsa.
Standar hidup suatu bangsa ditentukan oleh produktivitas ekonominya, yang
diukur dengan nilai(value) barang dan jasa yang dihasilkan per
satuan manusia, modal(capital) dan sumber daya alamnya.
Produktivitas bergantung baik pada nilai barang dan jasa suatu bangsa, yang
diukur dengan harga yang dapat dikendalikan dalam suatu pasar yang
terbuka (open market), maupun pada efisiensi di mana barang dan
jasa tersebut diproduksi. Oleh karena itu dalam kaitan ini, pengertian (dan
sekaligus juga ukuran) yang sebenarnya tentang daya saing adalah produktivitas.
produktivitas memungkinkan suatu negara menopang tingkat upah yang tinggi,
nilai tukar yang kuat dan returns to capital yang menarik, dan bersama ini
semua juga standar hidup yang tinggi.
Sementara itu, Institute for Management Development (IMD) (Garelli, 2003) menggunakan “definisi bisnis” sebagai “definisi “praktis” tentang daya saing sebagai “bagaimana suatu bangsa/negara menciptakan dan memelihara suatu lingkungan yang dapat mempertahankan daya saing perusahaan-perusahaannya.”
Berikut adalah beberapa definisi daya saing yang dikutip dari IMD (diambil dari The US National Competitiveness Council) dan beberapa sumber internet:
Sementara itu, Institute for Management Development (IMD) (Garelli, 2003) menggunakan “definisi bisnis” sebagai “definisi “praktis” tentang daya saing sebagai “bagaimana suatu bangsa/negara menciptakan dan memelihara suatu lingkungan yang dapat mempertahankan daya saing perusahaan-perusahaannya.”
Berikut adalah beberapa definisi daya saing yang dikutip dari IMD (diambil dari The US National Competitiveness Council) dan beberapa sumber internet:
·
Daya saing nasional merupakan kemampuan suatu negara menciptakan,
memproduksi dan/atau melayanai produk dalam perdagangan internasional,
sementara dalam saat yang sama tetap dapat memperoleh imbalan yang meningkat
pada sumber dayanya.
·
Daya saing berkaitan dengan peningkatan produktivitas yang
berkelanjutan
Terdapat perbedaan
antara IMD dengan Porter (WEF) dalam mengelaborasi pengertian daya saing. Dalam
kerangka IMD misalnya, daya saing tidaklah sekedar kinerja ekonomi dan tidak
dapat direduksi semata kepada produktivitas atau keuntungan (Garelli, 2003).
Bagi Garelli, daya saing mencakup konsekuensi ekonomi dari isu-isu non-ekonomi
seperti pendidikan sains, stabilitas politik atau sistem nilai.
Apakah negara bersaing satu dengan lainnya? Garelli termasuk yang berpendapat bahwa negara memang bersaing. Ini karena pasar dunia yang terbuka (dan semakin terbuka). Tidak demikian halnya dengan Krugman. Menurutnya, pandangan “persaingan antar negara” akan menghambat hubungan salking menguntungkan seperti misalnya melalui perdagangan.
Bagi sebagian, konteks pengertian daya saing pada level ini berkaitan dengan daya tarik bagi investasi (seperti misalnya stabilitas, pemerintahan yang baik dan peluang bagi investasi yang menguntungkan). Porter (2001) misalnya menyatakan bahwa negara ataupun daerah pada dasarnya bersaing dalam menawarkan lingkungan yang paling produktif bagi bisnis. Untuk sebagian lagi, “keberatan” yang diajukan terkait dengan negara tidak bersaing dalam konteks perdagangan (jika ya, tentu tidak akan terjadi perdagangan antar negara, bilateral maupun multilateral) dan kelemahan dasar teori yang melandasinya, termasuk misalnya bagaimana metode yang digunakan oleh WEF atau IMD dalam menyusun indeks daya saing negara. Terlepas dari itu, banyak pihak setuju bahwa kerangka daya saing dan pengukurannya merupakan tool yang berguna dalam konteks pengembangan sektor swasta.
Pada tingkat makro, beberapa indikator biasanya digunakan untuk menelaah daya saing negara. Bank Dunia (World Bank, 2001) misalnya menyampaikan beberapa pengukuran daya saing, seperti:
·
Neraca perdagangan (trade balance)
·
Nilai tukar (exchange rate)
·
Upah (wages)
·
Ekspor (exports)
·
Aliran FDI (FDI flows)
·
Biaya tenaga kerja (unit labor costs).
IMD yang menganggap “definisi “praktis” daya
saing sebagai “bagaimana suatu bangsa/negara menciptakan dan memelihara suatu
lingkungan yang yang dapat mempertahankan daya saing perusahaan-perusahaannya,”
menilai empat faktor utama penentu daya saing, yaitu:
·
Kinerja Ekonomi (Economic Performance).
·
Efisiensi Pemerintah (Government Efficiency).
·
Efisiensi Bisnis (Business Efficiency).
·
Infrastruktur (Infrastructure).
Menurut
David Ricardo, pada dasarnya perdagangan internasional didorong oleh adanya
comparative advantange dimana produk di suatu negara tidak dapat diproduksi
negara lain dan competitive advantange dimana negara dapat mengambil keuntungan
dari spesialisasi produk yang memiliki opportunity cost lebih kecil dari
negara mitra dagangnya. Perdagangan internasional juga menguntungkan baik bagi
produsen maupun konsumen, dimana adanya keuntungan dari economic of scale yaitu
penurunan average fixed cost dari produksi dalam jumlah yang besar
serta spesialisasi produk yang membuat pilihan produk menjadi beragam.
Adanya
hambatan atas impor untuk memproteksi industri dalam negeri baik tarif ataupun
kuota, telah membuat distorsi terhadap harga pasar internasional baik produk
lokal maupun impor. Terdapat penurunan consumer surplus dimana untuk kuantitas
yang sama, konsumen harus membayar lebih mahal. Berdasarkan analisa
makroekonomi, walaupun terdapat producer surplus dari kenaikan harga pasar
global dan tax revenue buat pemerintah, namun jumlahnya lebih kecil
daripada penurunan consumer surplus. Hal inilah yang menjadi net
loss bagi seluruh masyarakat. Atas dasar itulah, terdapat gagasan untuk
melakukan liberalisasi perdagangan (free trade) dimana tarif diminimalkan
bahkan dihapuskan untuk meningkatkan consumer surplus. Peningkatan consumer
surplus ini dapat meningkatkan investasi maupun pajak penghasilan serta
memperbesar volume perdagangan.
Penghapusan
tarif yang berlaku selama ini didasari atas free trade agreementantar
negara maupun antar beberapa negara. Namun karena hanya beberapa negara saja
yang menyepakati penghapusan tarif maka pasar masih belum seefisien dan
senetral mungkin membentuk harga. Kemungkinan negara dengan biaya produksi
tinggi bebas tarif namun adanya negara dengan biaya produksi rendah namun
terkena tarif karena tidak terlibat dalam free trade agreement dapat
menyebabkan trade diversion (pengalihan perhatian konsumen). Hal ini dapat
menyebabkan potential loss bagi consumer surplus karena seharusnya konsumen
dapat membayar dengan harga yang lebih murah. Karena itu perlu adanya penetapan
tarif bersama yang lebih global agar tercipta pasar yang lebih efisien.
Atas
dasar itulah dibentuk organisasi internasional yang bertujuan mensupervisi dan
meliberalisasi perdagangan internasional secara global yaitu General Agreement
on Tariffs and Trade (GATT) yang dibentuk 1947 yang dilanjutkan oleh World
Trade Organization (WTO) yang dibentuk tahun 1994. WTO mempunyai 153 anggota
dan merepresentasikan 93% dari perdagangan internasional sehinnga kebijakannya
memungkinkan terciptanya pasar dunia yang efisien.
Setelah
berjalan, WTO mendapat banyak kritik dari para ekonom terutama adanya indikasi
keberpihakannya terhadap negara-negara maju yang menekan negara-negara
berkembang dengan negotiation power yang kurang. Martin Khor dari
The Third World Network (2007) menyatakan indikasi tersebut sebagai
berikut:
* Beberapa negara maju
masih dapat mengenakan bea masuk yang tinggi pada produk tertentu, contoh: bea
masuk pada tekstil di AS.
* Banyaknya hambatan non tarif baru seperti Anti-Dumping (bila harga produk yang diekspor dan dijual di pasar domestik berbeda), Safeguard (lonjakan barang kompetitor impor yang mengancam industri dalam negeri), dan Counterveilling (adanya subsidi yang dasarnya tidak jelas terhadap barang ekspor) dimana negara berkembang banyak dituntut oleh negara maju.
* Proteksi terhadap produk agrikultur dari negara berkembang di negara maju dengan persyaratan kualitas barang.
* Banyaknya negara berkembang yang kurang mempunyai kapasitas bernegosiasi dan berpartisipasi aktif di Uruguay Round.
* TRIP Agreement (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang membatasi negara berkembang untuk mengembangkan teknologi yang berasal dari luar negeri pada sistem lokal.
* Banyaknya hambatan non tarif baru seperti Anti-Dumping (bila harga produk yang diekspor dan dijual di pasar domestik berbeda), Safeguard (lonjakan barang kompetitor impor yang mengancam industri dalam negeri), dan Counterveilling (adanya subsidi yang dasarnya tidak jelas terhadap barang ekspor) dimana negara berkembang banyak dituntut oleh negara maju.
* Proteksi terhadap produk agrikultur dari negara berkembang di negara maju dengan persyaratan kualitas barang.
* Banyaknya negara berkembang yang kurang mempunyai kapasitas bernegosiasi dan berpartisipasi aktif di Uruguay Round.
* TRIP Agreement (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang membatasi negara berkembang untuk mengembangkan teknologi yang berasal dari luar negeri pada sistem lokal.
Hal
inilah yang membuat banyak negara mempertanyakan transparasi dari WTO dalam
pengambilan keputusan. Kecenderungan WTO terhadap negara maju memungkinkan
adanya trade diversion baru yang membuat inefisiensi pasar.
Berdasarkan
fakta tersebut, sebaiknya dilakukan hal sebagai berikut:
1.
Pemerintah negara berkembang harus lebih aktif dalam melakukan negoisasi dalam
WTO terutama masalah proteksi negara maju terhadap impor agrikultur dan bea
masuk yang masih tinggi.
2. Kebijakan WTO atas anti-dumping, counterveiling, safeguard, dsb harus direvisi kembali terutama bila pembuktiannya sulit dilakukan terutama untuk counterveilling karena industri negara berkembang masih sangat memerlukan subsidi pemerintah untuk berkembang.
3. Kebijakan WTO mengenai TRIP Agreement sebaiknya dihapuskan saja karena bukan merupakan kewenangan WTO dalam mengurusi Intellectual Property Rights
2. Kebijakan WTO atas anti-dumping, counterveiling, safeguard, dsb harus direvisi kembali terutama bila pembuktiannya sulit dilakukan terutama untuk counterveilling karena industri negara berkembang masih sangat memerlukan subsidi pemerintah untuk berkembang.
3. Kebijakan WTO mengenai TRIP Agreement sebaiknya dihapuskan saja karena bukan merupakan kewenangan WTO dalam mengurusi Intellectual Property Rights
C. LIBERALISASI
PERDAGANGAN
Pengertian
perdagangan, atau pertukaran memunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi.
Perdagangan diartikan sebagai proses tukar- menukar yang didasarkan atas
kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Adapun arti liberalisasi perdagangan
adalah kebijakan mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan perdagangan
(tarif maupun non tarif) dalam rangka meningkatkan kelancaran arus barang dan
jasa.
Perdagangan
bebas (free trade) atau
liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu kepada
berlangsungnya penjualan produk antar negara dengan tanpa dikenai pajak
ekspor – impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar
regulasi yang diterapkan salam satu negara) dalam perdagangan antar indvidual
dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Para
pakar ekonomi politik dari negara berkembang kurang sepakat terhadap
pemberlakukan perdagangan bebas ini, yang diharapkan oleh mereka adalah free
and fair trade (perdagangan bebas dan adil). Dengan begitu
perdagangan yang berlangsung jangan hanya sebatas bebas semata, tetapi juga
harus memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.
Perdagangan
internasional seringkali terhambat dengan adanya hal – hal seperti berbagai
pajak yang ditetapkan oleh negara pengimpor, biaya tambahan yang diterapkan
terhadap barang ekspor dan impor, serta regulasi non tarif pada
barang impor. Secara teori perdagangan tersebut ditolak oleh perdagangan bebas
namun dalam prakteknya sangat berbeda.Perjanjian dan kesepaktan perdagangan
yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru menimbulkan hambatan
baru (terutama dalam bentuk hambatan non tarif) bagi terciptanya dan
terlaksananya pasar bebas. Perjanjian – perjanjian tersebut sering dikritik
karena hanya melindungi kepentingan industri maju dan perusahaan besar.
Banyak
pakar ekonomi berpendapat bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan taraf hidup
melalui Teori Komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat
bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara
berkembang dan merusak industri lokal serta membatasi standar kerja dan standar
sosial. Singkatnya perdagangan bebas tidak akan bermanfaat bagi penduduk di
negara berkembang dan negara miskin
Menurut Amir M.S.,bila dibandingkan dengan
pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangat
rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas –
batas kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan
bea, tarif atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya
timbil karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, dan hukum dalam
perdagangan.
Menurut
Sadono Sukirno, manfaat perdagangan
internasional adalah sebagai berikut Memperoleh barang yang tidak dapat
diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi
perbedaan hasil produksi disetiap negara. Faktor – faktor tersebut diantaranya
:
1) Kondisi
geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain – lain. Denga adanya
perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuuhan yang tidak
dapat diproduksi sendiri.
2) Memperoleh
keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri
adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun
suatu negara dapat memproduksi barang kebutuhan oleh negara lain, tapi ada
kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar
negeri.
3) Memperluas
pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan
masing – masing (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka kawatir akan
terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Demngan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin –
mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut ke luar negeri.
4) Tranfer teknologi
modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari
teknik produksi yang lebih efisien dan cara – cara manajemen yang lebih modern.
Banyak
faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional
diantaranya sebagai berikut :
a. Untuk
memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
b. Keinginan
memperoleh keuntungan dan pendapatan negara.
c. Adanya
perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pegetahuan dan teknologi dalam mengolah
sumber daya ekonomi
d. Adanya
kelebihan produksi dari negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk
tersebut.
e. Adanya
perbedaan keadaan sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah
penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya
keterbatsan produksi.
f. Adanya
kesamaan selera terhadap suatu barang.
g. Keinginan
membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
h. Terjadinya
eraglobalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Kekurangan
Dan Kelebihan Liberalisasi Perdagangan
Perdagangan bebas adalah sebuah
konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk
antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan
perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak
adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan
antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara
yang berbeda.
Bagi semua negara yang menganut perdagangan
bebas, perdagangan bebas memiliki beberapa keuntungan dan kerugian bagi
perekonomian nasional.
a. Perdagangan bebas mengakibatkan kerugian pada
perekonomian nasional karena beberapa hal berikut:
1) Perdagangan bebas dikatakan
merugikan perekonomian adalah karena suatu negara bisa kehilangan pasar
dunianya yang selanjutnya berdampak negatif terhadap volume produksi dalamnegeri dan
pertumbuhan PDB serta meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan.
2) Pada bidang impor,
kerugiannya adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena
daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka
tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh
produk-produk dari luar negeri. Dalam beberapa tahun
belakangan ini, ekspansi dari produk-produk Cina ke pasar domestik Indonesia semakin
besar. Ekspansi dari barang-barang Cina tersebut tidak hanya ke
pertokoan-pertokoan modern tetapi juga sudah masuk ke pasar-pasar rakyat di
pinggir jalan. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada perekonomian
nasional.
3) Selanjutnya pada bidang
investasi, bebasnya arus modal antar negara sangat berpengaruh terhadap arus
investasi suatu negara. Jika daya saing investasi rendah, dengan keadaan yang
tidak kondusif dibandingkan di negara-negara lain, maka bukan saja arus modal
ke dalam negeri akan berkurang tetapi juga modal investasi domestik akan lari
dari dalam negeri yang akhirnya membuat saldo neraca modal di dalam neraca
pembayaran negara bersangkutan negatif. Pada gilirannya, kurangnya investasi
juga berpengaruh negatif terhadap pertubuhan produksi dalam negeri dan juga
ekspor.
4) Selain itu, kerugian adanya
perdagangan ekspor terhadap perekonomian disebabkan karena membanjirnya tenaga
ahli dari luar negeri. Dan jika kualitas SDM domestik tidak segera ditingkatkan
untuk dapat menyaingi kualitas SDM dari negara-negara lain, tidak mustahil pada
suatu ketika pasar tenaga kerja di dalam negeri sepenuhnya akan dikuasai oleh orang
asing. Hal inimenjadi tantangan negara untuk meningkatkan kualitas
SDM dalam negeri agar mampu bersaing dalam dunia global.
b. Selain kerugian, perdagangan bebas juga dapat memberikan
keuntungan pada perekonomian nasional.
1)
Menambah
peluang kesempatan kerja. Alasannya karena dengan adanya perdagangan bebas,
pasar barang dan jasa dari suatu negara menjadi lebih luas. Pemasaran atas
hasil produksi tidak lagi hanya mengandalkan pasar dalam negeri semata yang
daya serapnya terbatas, tetapi juga bisa mengandalkan pasar internasional yang
pasarnya sangat luas. Dengan demikian jumlah produk barang dan jasa yang
dihasilkan bisa dilipatgandakan yang akibatnya permintaan terhadap tenaga kerja
pun jumlahnya meningkat.
2)
Terciptanya
efisiensi alokasi sumber daya dan spesialisasi. Pada akhirnya nanti dengan
adanya perdagangan bebas, suatu negara hanya akan memproduksi barang dan jasa
tertentu yang dianggap paling efisien jika barang dan jasa tersebut dihasilkan
di negaranya dibandingkan jika dihasilkan di negara lain. Dengan demikian
nantinya semua negara akan melakukan spesialisasi pada produk tertentu saja,
akibatnya akan terjadi efisiensi dalam penggunaan sumber daya.
3)
Mendorong
percepatan kemajuan di bidang IPTEK. Perdagangan pada dasarnya adalah
persaingan harga dan kualitas, sehingga agar suatu negara eksis dalam
perdagangan bebasnya maka barang dan jasa yang ditawarkan harus unggul dalam
kualitas dan murah dalam harga, hal ini hanya bisa diraih dengan terus
mengembangkan IPTEK.
4)
Perdagangan
bebas dapat meningkatkan pendapatan suatu negara, karena jika dalam pasar
domestik terjadi kelebihan barang, maka dapat dijual pada negara yang
membutuhkannya. Semakin tinggi daya jual, maka semakin besar pula pendapatan
yang diterima suatu negara, sehingga dapat memakmurkan rakyatnya.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Daya
saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau
lebih bermakna. Suatu perusahaan memiliki daya
saing atau keunggulan kompetitif (competitive advantage) ketika perusahaan
tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih
baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu
dilakukan oleh perusahaan lain.
Memahami
daya saing, titik awalnya adalah sumber dari kesejahteraan/kemakmuran bangsa.
Standar hidup suatu bangsa ditentukan oleh produktivitas ekonominya, yang
diukur dengan nilai(value) barang dan jasa yang dihasilkan per
satuan manusia, modal(capital) dan sumber daya alamnya.
Perdagangan
bebas (free trade) atau
liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang mengacu kepada
berlangsungnya penjualan produk antar negara dengan tanpa dikenai pajak
ekspor – impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar
regulasi yang diterapkan salam satu negara) dalam perdagangan antar indvidual
dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
B. SARAN
Peningkatan
impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari
produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat
pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri.
Maka dari itu perlu ada kebijakan pemerintah yang membatasi hal tersebut guna
meningkatkan produk local (dalam negri).